Dilema Pengungsi Rohinya dan Pengungsi eks Timor-Timur antara Rasa Nasionalisme dan Sentimen Agama Yang Kental di Republik Ini.
Saya berusaha tidak ingin membandingkan dan tidak ingin seolah-olah saya anti Kemanusiaan.
Setelah saya amati dan perhatikan dengan seksama mengapa " Rakyat Indonesia " dan " Pemerintah Indonesia " yang katanya memiliki Pancasila sebagai dasar negara tetapi saya melihat masih terjadi diskriminasi berbalut Agama mayoritas dan bukan Agama mayoritas ?
Pemerintah saya lihat lebih memperhatikan pengungsi Rohinya yang bukan orang Indonesia dari pada pengungsi eks Timor-Timur yang masih terlunta-tunta tak tahu nasipnya mau kemana yang masih banyak di barak-barak pengungsian di perbatasan Timor Leste dan Provinsi NTT ( yang masih menjadi wilayah NKRI )
Setelah saya merenung sejenak saya mengetahui jawabannya mengapa demikian, Pengungsi Rohinya walaupun bukan orang Indonesia dan tentu saja tidak cinta NKRI tetapi mereka seiman dengan mayoritas penduduk Indonesia. Sedangkan pengungsi eks Timor-Timur yang rela meninggalkan tanah leluhurnya di Timor Leste karena cintanya kepada NKRI mereka bukan saudara seiman bagi mayoritas penduduk Indonesia bahkan bagi mayoritas penduduk Indonesia mereka para pengungsi eks Timor-Timur adalah " kafir " dan haram hukumnya membantu orang " kafir ".
Alasan akidah Agama sehingga membuang jauh-jauh rasa persaudaraan dalam bingkai nasionalisme yang seharusnya tidak memandang seiman atau tidak seiman.
Ketua PP Muhamadiyah mendesak pemerintah pusat agar memberikan salah satu atau salah dua pulau-pulau kosong di wilayah NKRI untuk diberikan kepada para pengungsi Rohinya tetapi tidak pernah mendesak pemerintah agar memperhatikan para pengungsi eks Timor Timur yang merupakan penduduk Indonesia asli tetapi tidak seiman agar pemerintah mencarikan solusinya mungkin dengan menghibahkan tanah negara untuk mereka diami dan garap untuk pertanian.
Pemerintah Indonesia konon saya dengar sampai berkeinginan mengkursuskan para pengungsi Rohinya agar fasih berbahasa Indonesia, uang milik rakyat Indonesia 3 milyar lebih telah digelontorkan untuk mencukupi kebutuhan Sandang, Pangan dan Papan para pengungsi Rohinya sedangkan pengungsi eks Timor Timur untuk menyambung hidup saja susah dan kadang " mencuri " dari warga lokal NTT agar bisa bertahan hidup.
Sekali lagi aku saksikan di Republik ini diskriminasi atas nama perbedaan Agama, jika perbedaan Agama menjadi penyebab kebencian dan berlaku tidak adil menurut saya buang saja agamamu di tong sampah biarkan aku menjadi seorang ATHEIS yang WELAS ASIH dan PENUH KASIH SAYANG karena yang aku tahu TUHAN tidak beragama, TUHAN berlaku ADIL dan PENUH CINTA KASIH buktinya sinar matahari yang TUHAN ciptakan bisa dinikmati oleh orang yang beraragama dan orang yang tidak beragama. TUHAN yang kalian sembah saja berlaku adil dan tanpa diskriminasi tetapi mengapa manusia tidak berlaku adil dan berlaku diskriminasi.
Renungan Siang sambil celingak-celinguk di salah satu objek wisata di Pulau Bali sambil menikmati pisang keju, jika sekiranya bermanfaat silahkan dishare.
( A. Arif. MKF )
oleh Saya berusaha tidak ingin membandingkan dan tidak ingin seolah-olah saya anti Kemanusiaan.
Setelah saya amati dan perhatikan dengan seksama mengapa " Rakyat Indonesia " dan " Pemerintah Indonesia " yang katanya memiliki Pancasila sebagai dasar negara tetapi saya melihat masih terjadi diskriminasi berbalut Agama mayoritas dan bukan Agama mayoritas ?
Pemerintah saya lihat lebih memperhatikan pengungsi Rohinya yang bukan orang Indonesia dari pada pengungsi eks Timor-Timur yang masih terlunta-tunta tak tahu nasipnya mau kemana yang masih banyak di barak-barak pengungsian di perbatasan Timor Leste dan Provinsi NTT ( yang masih menjadi wilayah NKRI )
Setelah saya merenung sejenak saya mengetahui jawabannya mengapa demikian, Pengungsi Rohinya walaupun bukan orang Indonesia dan tentu saja tidak cinta NKRI tetapi mereka seiman dengan mayoritas penduduk Indonesia. Sedangkan pengungsi eks Timor-Timur yang rela meninggalkan tanah leluhurnya di Timor Leste karena cintanya kepada NKRI mereka bukan saudara seiman bagi mayoritas penduduk Indonesia bahkan bagi mayoritas penduduk Indonesia mereka para pengungsi eks Timor-Timur adalah " kafir " dan haram hukumnya membantu orang " kafir ".
Alasan akidah Agama sehingga membuang jauh-jauh rasa persaudaraan dalam bingkai nasionalisme yang seharusnya tidak memandang seiman atau tidak seiman.
Ketua PP Muhamadiyah mendesak pemerintah pusat agar memberikan salah satu atau salah dua pulau-pulau kosong di wilayah NKRI untuk diberikan kepada para pengungsi Rohinya tetapi tidak pernah mendesak pemerintah agar memperhatikan para pengungsi eks Timor Timur yang merupakan penduduk Indonesia asli tetapi tidak seiman agar pemerintah mencarikan solusinya mungkin dengan menghibahkan tanah negara untuk mereka diami dan garap untuk pertanian.
Pemerintah Indonesia konon saya dengar sampai berkeinginan mengkursuskan para pengungsi Rohinya agar fasih berbahasa Indonesia, uang milik rakyat Indonesia 3 milyar lebih telah digelontorkan untuk mencukupi kebutuhan Sandang, Pangan dan Papan para pengungsi Rohinya sedangkan pengungsi eks Timor Timur untuk menyambung hidup saja susah dan kadang " mencuri " dari warga lokal NTT agar bisa bertahan hidup.
Sekali lagi aku saksikan di Republik ini diskriminasi atas nama perbedaan Agama, jika perbedaan Agama menjadi penyebab kebencian dan berlaku tidak adil menurut saya buang saja agamamu di tong sampah biarkan aku menjadi seorang ATHEIS yang WELAS ASIH dan PENUH KASIH SAYANG karena yang aku tahu TUHAN tidak beragama, TUHAN berlaku ADIL dan PENUH CINTA KASIH buktinya sinar matahari yang TUHAN ciptakan bisa dinikmati oleh orang yang beraragama dan orang yang tidak beragama. TUHAN yang kalian sembah saja berlaku adil dan tanpa diskriminasi tetapi mengapa manusia tidak berlaku adil dan berlaku diskriminasi.
Renungan Siang sambil celingak-celinguk di salah satu objek wisata di Pulau Bali sambil menikmati pisang keju, jika sekiranya bermanfaat silahkan dishare.
( A. Arif. MKF )